Aug 30, 2010

aku pengemis cinta ilahi...

Ketika ALLAH memilihmu untukku..



Ketika Allah Memilihmu Untukku..


Padamu yang Allah pilihkan dalam hidupku..
Ingin ku beri tahu padamu..
Aku hidup dan besar dari keluarga bahagia..
Orang tua yg begitu sempurna..
Dengan cinta yg begitu membuncah..
Aku dibesarkan dgn limpahan kasih yang tak terhingga..
Maka, padamu ku katakan..
Saat Allah memilihmu dalam hidupku,
Maka saat itu Dia berharap, kau pun sanggup melimpahkan cinta padaku..
Memperlakukanku dgn sayang yang begitu indah..


Padamu yang Allah pilihkan untukku..
Ketahuilah, aku hanya wanita biasa dengan begitu banyak kekurangan dalam diriku,
Aku bukanlah wanita sempurna, seperti yang mungkin kau harapkan..
Maka, ketika Dia memilihmu untukku,
Maka saat itu, Dia ingin menyempurnakan kekuranganku dgn keberadaanmu.
Dan aku tahu, Kaupun bukanlah laki-laki yang sempurna..
Dan ku berharap ketidaksempurnaanku mampu menyempurnakan dirimu..
Karena kelak kita akan satu..
Aibmu adalah aibku, dan indahmu adalah indahku,
Kau dan aku akan menjadi 'kita'..


Padamu yg Allah pilihkan untukku..
Ketahuilah, sejak kecil Allah telah menempa diriku dgn ilmu dan tarbiyah,
Membentukku menjadi wanita yg mencintai Rabbnya..
Maka ketika Dia memilihmu untukku,
Maka saat itu, Allah mengetahui bahwa kaupun telah menempa dirimu dgn ilmuNya.. Maka gandeng tanganku dalam mengibarkan panji-panji dakwah dalam hidup kita..
Itulah visi pernikahan kita..
Ibadah pada-Nya ta'ala..


Padamu yg Allah tetapkan sebagai nahkodaku..
Ingatlah.. Aku adalah mahlukNya dari tulang rusuk yang paling bengkok..
Ada kalanya aku akan begitu membuatmu marah..
Maka, ketahuilah.. Saat itu Dia menghendaki kau menasihatiku dengan hikmah,
Sungguh hatiku tetaplah wanita yg lemah pada kelembutan..
Namun jangan kau coba meluruskanku, karena aku akan patah..
Tapi jangan pula membiarkanku begitu saja, karena akan selamanya aku salah..
Namun tatap mataku, tersenyumlah..
Tenangkan aku dgn genggaman tanganmu..
Dan nasihati aku dgn bijak dan hikmah..
Niscaya, kau akan menemukanku tersungkur menangis di pangkuanmu..
Maka ketika itu, kau kembali memiliki hatiku..


Padamu yang Allah tetapkan sebagai atap hunianku..
Ketahuilah, ketika ijab atas namaku telah kau lontarkan..
Maka dimataku kau adalah yang terindah,
Kata2mu adalah titah untukku,
Selama tak bermaksiat pada Allah, akan ku penuhi semua perintahmu..
Maka kalau kau berkenan ku meminta..
Jadilah hunian yg indah, yang kokoh…
Yang mampu membuatku dan anak-anak kita nyaman dan aman di dalamnya..


Padamu yang Allah pilih menjadi penopang hidupku…
Dalam istana kecil kita akan hadir buah hati-buah hati kita..
Maka didiklah mereka menjadi generasi yg dirindukan syurga..
Yang di pundaknya akan diisi dgn amanah-amanah dakwah,
Yang ruh dan jiwanya selalu merindukan jihad..
Yang darahnya mengalir darah syuhada..
Dan ku yakin dari tanganmu yg penuh berkah, kau mampu membentuk mereka..
Dengan hatimu yg penuh cinta, kau mampu merengkuh hati mereka..
Dan aku akan selalu jatuh cinta padamu..


Padamu yang Allah pilih sebagai imamku…
Ku memohon padamu.. Ridholah padaku,
Sungguh Ridhomu adalah Ridho Ilahi Rabbi..
Mudahkanlah jalanku ke Surga-Nya..
Karena bagiku kau adalah kunci Surgaku..



-----@***@-----
strive for mardhatillah
story dbawah ini ana copy dari notes sorg bakhi ni utk santapan kawan2 semua..moga kita layarkan keinsafan tu dan hamparkan sebenar benar taubat...
dan ana tujukan utk bonda tersayang yg akan ana tinggalkn beliau bulan 9 ni buat semntara waktu...

Kepada yg tercinta, bundaku yg kusayang



Segala puji bagi Allah... yg telah memuliakan kedudukan kedua orang tua, dan telah menjadikan mereka berdua sebagai pintu tengah menuju surga. Shalawat serta salam hamba -yg lemah ini- panjatkan keharibaan Nabi yg mulia, keluarga serta para sahabatnya hingga hari kiamat. Aamiiin.



Ibu...

Aku terima suratmu yg engkau tulis dgn tetesan air mata dan duka... aku telah membaca semuanya... tidak ada satu huruf pun yg aku sisakan.



Tapi tahukah engkau, wahai Ibu... bahwa aku membacanya semenjak shalat Isya'... Semenjak sholat isya'... aku duduk di pintu kamar, aku buka surat yg engkau tuliskan untukku... dan aku baru selesaikan membacanya setelah ayam berkokok... setelah fajar terbit dan adzan pertama telah dikumandangkan...



Sebenarnya, surat yg engkau tulis tersebut, jika ditaruhkan di atas batu, tentu ia akan pecah... Jika engkau letakkan di atas daun yg hijau, tentu dia akan kering...



Sebenarnya, surat yg engkau tulis tersebut tidak akan tertelan oleh ayam... Sebenarnya, wahai ibu, suratmu itu bagiku bagaikan petir kemurkaan, yg jika dipecutkan ke pohon yg besar, dia akan rebah dan terbakar...

Suratmu wahai ibu, bagaikan awan Kaum Tsamud, yg datang berarak dan telah siap dimuntahkan kepadaku...



Ibu...

Aku telah baca suratmu, sedangkan air mataku tidak pernah berhenti !!. Bagaimana tidak... Jika surat itu ditulis oleh seorang yg bukan ibu dan bukan ditujukan pula kepadaku, layaklah orang yg paling bebal, untuk menangis sejadi-jadinya...Bagaimana kiranya, jika yg menulis itu adalah ibuku sendiri... dan surat itu ditujukan untukku sendiri...

Sungguh aku sering membaca kisah sedih, tidak terasa bantal yg dijadikan tempat bersandar telah basah karena air mata... Bagaimana pula dg surat yg ibu tulis itu !?, bukan cerita yg ibu karang, atau sebuah drama yg ibu perankan, akan tetapi dia adalah kenyataan hidup yg ibu rasakan.



Ibuku yg kusayangi...

Sungguh berat cobaanmu... sungguh malang penderitaanmu... semua yg engkau telah sebutkan benar adanya...

Aku masih ingat ketika engkau ditinggalkan ayah pada masa engkau hamil tua mengandung adikku. Ayah pergi entah kemana tanpa meninggalkan uang belanja,jadilah engkau mencari apa yg dapat dimasak di sekitar rumah dari dedaunan dan tumbuhan.

Dgn jalan berat engkau melangkah ke kedai untuk membeli ala kadarnya, sambil engkau membisikkan kepada penjual bahwa apa yg engkau ambil tersebut adalah hutang... hutang... yg engkau sendiri tidak tahu, kapan engkau akan dapat melunasinya...



Ibu...

Aku masih ingat ketika kami anak-anakmu menangis untuk dibuatkan makanan, engkau tiba-tiba menggapai atap dapur untuk mengambil kerak nasi yg telah lama engkau jemur dan keringkan...

Tidak jarang pula engkau simpan untukku sepulang sekolah tumbung kelapa, hanya untuk melihat aku mengambilnya dgn segera.

Aku masih ingat... engkau sengaja ambilkan air didih dari nasi yg sedang dimasak, ketika engkau temukan aku dalam keadaan sakit demam.



Ibu...

maafkanlah anakmu ini... aku tahu bahwa semenjak engkau gadis, sebagaimana yg diceritakan oleh nenek sampai engkau telah tua seperti sekarang ini, engkau belum pernah mengecap kebahagiaan.

Duniamu hanya rumah serta halamannya, kehidupanmu hanya dgn anak-anakmu... Belum pernah aku melihat engkau tertawa bahagia, kecuali ketika kami anak-anakmu datang ziarah kepadamu. Selain dari itu, tidak ada kebahagiaan... Semua hidupmu adalah perjuangan. Semua hari-harimu adalah pengorbanan.



Ibu...

Maafkan anakmu ini !. Semenjak engkau pilihkan untukku seorang istri, wanita yg telah engkau puji sifat dan akhlaknya... yg engkau telah sanjung pula suku dan negerinya !. Semenjak itu pula aku seakan-akan lupa denganmu...



Wahai ibu...

Keberadaan dia sebagai istriku telah membuatku lupa posisi engkau sebagai ibuku... senyuman dan sapaannya telah melupakanku dg himbauanmu.



Ibu... aku tidak menyalahkan wanita pilihanmu tersebut, karena kewajibannya untuk menunaikan tanggung-jawabnya sebagai istri... Aku berharap pada permasalahan ini, engkau tidak membawa-bawa namanya, dan mengaitkan kedurhakaanku kepadamu karenanya... Karena selama ini, di mataku dia adalah istri yg baik, istri yg telah berupaya berbuat banyak untuk suami dan anak-anaknya... Istri yg selalu menyuruh untuk berbuat baik dan berbakti kepada kedua orang tua.



Ibu...

Ketika seorang laki-laki menikah dgn seorang wanita, maka seolah-olah dia telah mendapatkan permainan baru, seperti anak kecil mendapatkan boneka atau orang-orangan. Maafkan aku ibu...

Aku tidaklah membela diriku, karena dari awal dan akhir pembicaraan ini kesalahan ada padaku, anakmu ini... Akan tetapi aku ingin menerangkan keadaan yg aku alami, perubahan suasana setelah engkau dan aku berpisah, tidak satu atap lagi...



Ibu...

Perkawinanku membuatku masuk ke alam dunia baru... dunia yg selama ini tidak pernah aku kenal... dunia yg hanya ada aku, istri dan anak-anakku... Bagaimana tidak, istri yg baik, anak-anak yg lucu-lucu !. Maafkan aku Ibu... Maafkan aku anakmu... aku merasa dunia hanya milik kami, aku tidak peduli dgn keadaan orang yg penting bagiku... yg penting bagiku adalah keadaan mereka: anak-anak dan istriku...



Ibu...

Maafkan aku, anakmu... Ampunkan aku, anakmu... Aku telah lalai... aku telah alpa... aku telah lupa... aku telah menyia-nyiakanmu...

Aku pernah mendengar kajian, bahwa orang tua difitrahkan untuk cinta kepada anaknya, akan tetapi anak difitrahkan untuk menyia-nyiakan orang tuanya... Oleh sebab itu, dilarang mencintai anak secara berlebihan, sebagaimana anak dilarang berbuat durhaka kepada orang tuanya... Itulah yg terjadi pada diriku, wahai Ibu !!.



Aku pasti akan gila ketika melihat anakku sakit... Aku seperti orang kebingungan ketika melihat anakku diare... Tapi itu sulit, aku rasakan jika hal itu terjadi padamu wahai ibu... Itu sulit aku rasakan, jika seandainya hal itu terjadi pada ibu, dan pada ayah...



Ibu...

Sulit aku merasakan perasaanmu...

Kalaulah bukan karena bimbingan agama yg telah engkau talqinkan kepadaku, tentu aku telah seperti kebanyakan anak-anak yg durhaka kepada orang tuanya !!.



Kalaulah bukan karena baktimu pula kepada orang tuamu dan orang tua ayahmu, niscaya aku tidak akan pernah mengenal arti bakti kepada orang tua.



Setelah suratmu datang, baru aku mengerti... Karena selama ini hal itu tidak pernah engkau ungkapkan, semuanya engkau simpan dalam-dalam seperti semua permasalahan berat, yg engkau hadapi selama ini.



Sekarang baru aku mengerti, wahai ibu... bahwa hari yg sulit bagi seorang ibu, adalah hari di mana anak laki-lakinya telah menikah dg seorang wanita... wanita yg telah mendapat keberuntungan...



Bagaimana tidak... Dia dapatkan seorang laki-laki yg telah matang pribadinya dan matang ekonominya, dari seorang ibu yg telah letih membesarkannya... Dari hidupibu itulah ia dapatkan kematangan jiwa, dan dari uang ibu itu pulalah ia dapatkan kematangan ekonomi... Sekarang, -dgn ikhlas- ia berikan kepada seorang wanita yg tidak ada hubungan denganya, kecuali hubungan dua wanita yg saling berebut perhatian seorang laik-laki... Dia sebagai anak dari ibunya dan dia sebagai suami dari istrinya.



Ibuku sayang...



Maafkan aku... Ampunkan diriku... Satu tetesan air matamu adalah lautan api neraka bagiku... Janganlah engkau menangis lagi, janganlah engkau berduka lagi!... Karena duka dan tangismu menambah dalam jatuhku ke dalam api neraka !! . Aku takut Ibu...

Kalau itu pula yg akan kuperoleh... kalau neraka pula yg akan aku dapatkan...ijinkan aku membuang semua kebahagiaanku selama ini, hanya demi untuk dapat menyeka air matamu...



Kalau engkau masih akan murka kepadaku, izinkan aku datang kepadamu membawa segala yg aku miliki lalu menyerahkannya kepadamu, lalu terserah engkau...terserah engkau, mau engkau buat apa...



Sungguh ibu, dari hati aku katakan, aku tidak mau masuk neraka, sekalipun aku memiliki kekuasaan Firaun... kekayaan Karun... dan keahlian Haman... Niscaya aku tidak akan tukar dgn kesengsaraan di akhirat sekalipun sesaat... Siapa pula yg tahan dg azab neraka, wahai Bunda... maafkan aku anakmu, wahai ibu!!



Adapun sebutanmu tentang keluhan dan pengaduan kepada Allah ta'ala, bahwa engkau belum mau mengangkatnya ke langit... bahwa engkau belum mau berdoa kepada Alloh akan kedurhakaanku... Maka, ampun, wahai Ibu !!



Kalaulah itu yg terjadi... dan do'a itu tersampaikan ke langit ! . Salah pula ucapan lisanmu !!. Apalah jadinya nanti diriku... Apalah jadinya nanti diriku... Tentu aku akan menjadi tunggul yg tumbang disambar petir... apalah gunanya kemegahan,sekiranya engkau do'akan atasku kebinasaan, tentu aku akan menjadi pohon yg tidak berakar ke bumi dan dahannya tidak bisa sampai ke langit, di tengahnya dimakan kumbang pula...



Kalaulah do'amu terucap atasku, wahai bunda... maka, tidak ada lagi gunanya hidup... tidak ada lagi gunanya kekayaan, tidak ada lagi gunanya banyakpergaulan...



Ibu dalam sepanjang sejarah anak manusia yg kubaca, tidak ada yg bahagia setelah kena kutuk orang tuanya. Itu di dunia, maka aku tidak dapat bayangkan bagaimana nasibnya di akherat, tentu ia lebih sengsara...



Ibu...

Setelah membaca suratmu, baru aku menyadari kekhilafan, kealfaan dan kelalaianku.

Ibu... Suratmu akan kujadikan "jimat" dalam hidupku... setiap kali aku lalai dalam berkhidmat kepadamu akan aku baca ulang kembali... tiap kali aku lengah darimu akan kutalqinkan diriku dengannya... Akan kusimpan dalam lubuk hatiku, sebelum aku menyimpannya dalam kotak wasiatku... Akan aku sampaikan kepada anak keturunanku, bahwa ayah mereka dahulu pernah lalai di dalam berbakti, lalu ia sadar dan kembali kepada kebenaran... ayah mereka pernah berbuat salah, sehingga ia telah menyakiti hati orang yg seharusnya ia cintai, lalu ia kembali kepada petunjuk.



Bunda...

Tua... engkau berbicara tentang tua, wahai bunda...?! siapa yg tidak mengalami ketuaan, wahai ibu !! ...

Burung elang yg terbang di angkasa, tidak pernah bermain kecuali di tempat yg tinggi... suatu saat nanti dia akan jatuh jua, dikejar, dan diperebutkan oleh burung-burung kecil.

Singa, si raja hutan yg selalu memangsa, jika telah tiba tua, dia akan dikejar-kejar oleh anjing kecil tanpa ada perlawanan... Tidak ada kekuasaan yg kekal, tidak ada kekayaan yg abadi, yg tersisa hanya amal baik atau amal buruk yg akan dipertanggung jawabkan.



Ibu...

Do'akan anakmu ini, agar menjadi anak yg berbakti kepadamu, di masa banyak anak yg durhaka kepada orang tuanya... Angkatlah ke langit munajatmu untukku, agar aku akan memperoleh kebahagiaan abadi di dunia dan di akherat.



Ibu...

sesampainya suratku ini, insya Allah tidak akan ada lagi air mata yg jatuh karena ulah anakmu... setelah ini tidak ada lagi kejauhan antaraku denganmu... bahagiamu adalah bahagiaku... kesedihanmu adalah kesedihanku... senyumanmu adalah senyumanku... tangismu adalah tangisku...



Aku berjanji, untuk selalu berbakti kepadamu buat selamanya, dan aku berharap agar aku dapat membahagiakanmu selagi mataku masih bisa berkedip... maka bahagiakanlah dirimu... buanglah segala kesedihan, cobalah tersenyum... Ini kami...aku, istri, dan anak-anak sedang bersiap-siap untuk bersimpuh di hadapanmu,mencium tanganmu.



Salam hangat dari anakmu yg durhaka...



Wallahul Muwafiq Ilaa Aqwamith Tharieq.
Wasallamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

STRIVE FOR MARDHATILLAH

tutuplah auratmu itu...


STRIVE FOR MARDHATILLAH

ku merinduiMU..



Assalamualaikum wbkt....





salam ukhwah,salam ramdhan kareem yg hanya tinggal lagi 10 hari saje lagi....moga kita sentiasa dlm bimbinganNya....moga kita sedang mengumpul byk pahala sebagai ganti untuk masuk ke syurgaNya...dalam waktu ini kita sudah menginjak ke fasa 3.. byakkn la amal sudah semestinya..kerana bulana ramadhan ni hanya dtg sekali dlm setahun..mungkin tahun dpan kita xkan merasaknnya lagi..takdir ALLAH..sape yg tahu...





Rasenya da lame ana x update blog ni...da bersarang kot..hehe...dan dlm waktu inilah sebenrnya terlalu byk sgt perkara yg berlaku...dari awal ramadhan,sudah semestinya bzy dgn terawih..tolong mak wat biskut..preparation b4 g oversea...erm..letih+ excited...semoga semuanya hanya kerana ALLAH...n moga dpermudahkn urusannya...ameen....

STRIVE FOR MARDHATILLAH

bonda.....

assalamualaikum wbkt...

salam ukhwah kerana ALLAH...rasenya da lame ana x update blog ni



Kepada yg tercinta, bundaku yg kusayang



Segala puji bagi Allah... yg telah memuliakan kedudukan kedua orang tua, dan telah menjadikan mereka berdua sebagai pintu tengah menuju surga. Shalawat serta salam hamba -yg lemah ini- panjatkan keharibaan Nabi yg mulia, keluarga serta para sahabatnya hingga hari kiamat. Aamiiin.



Ibu...

Aku terima suratmu yg engkau tulis dgn tetesan air mata dan duka... aku telah membaca semuanya... tidak ada satu huruf pun yg aku sisakan.



Tapi tahukah engkau, wahai Ibu... bahwa aku membacanya semenjak shalat Isya'... Semenjak sholat isya'... aku duduk di pintu kamar, aku buka surat yg engkau tuliskan untukku... dan aku baru selesaikan membacanya setelah ayam berkokok... setelah fajar terbit dan adzan pertama telah dikumandangkan...



Sebenarnya, surat yg engkau tulis tersebut, jika ditaruhkan di atas batu, tentu ia akan pecah... Jika engkau letakkan di atas daun yg hijau, tentu dia akan kering...



Sebenarnya, surat yg engkau tulis tersebut tidak akan tertelan oleh ayam... Sebenarnya, wahai ibu, suratmu itu bagiku bagaikan petir kemurkaan, yg jika dipecutkan ke pohon yg besar, dia akan rebah dan terbakar...

Suratmu wahai ibu, bagaikan awan Kaum Tsamud, yg datang berarak dan telah siap dimuntahkan kepadaku...



Ibu...

Aku telah baca suratmu, sedangkan air mataku tidak pernah berhenti !!. Bagaimana tidak... Jika surat itu ditulis oleh seorang yg bukan ibu dan bukan ditujukan pula kepadaku, layaklah orang yg paling bebal, untuk menangis sejadi-jadinya...Bagaimana kiranya, jika yg menulis itu adalah ibuku sendiri... dan surat itu ditujukan untukku sendiri...

Sungguh aku sering membaca kisah sedih, tidak terasa bantal yg dijadikan tempat bersandar telah basah karena air mata... Bagaimana pula dg surat yg ibu tulis itu !?, bukan cerita yg ibu karang, atau sebuah drama yg ibu perankan, akan tetapi dia adalah kenyataan hidup yg ibu rasakan.



Ibuku yg kusayangi...

Sungguh berat cobaanmu... sungguh malang penderitaanmu... semua yg engkau telah sebutkan benar adanya...

Aku masih ingat ketika engkau ditinggalkan ayah pada masa engkau hamil tua mengandung adikku. Ayah pergi entah kemana tanpa meninggalkan uang belanja,jadilah engkau mencari apa yg dapat dimasak di sekitar rumah dari dedaunan dan tumbuhan.

Dgn jalan berat engkau melangkah ke kedai untuk membeli ala kadarnya, sambil engkau membisikkan kepada penjual bahwa apa yg engkau ambil tersebut adalah hutang... hutang... yg engkau sendiri tidak tahu, kapan engkau akan dapat melunasinya...



Ibu...

Aku masih ingat ketika kami anak-anakmu menangis untuk dibuatkan makanan, engkau tiba-tiba menggapai atap dapur untuk mengambil kerak nasi yg telah lama engkau jemur dan keringkan...

Tidak jarang pula engkau simpan untukku sepulang sekolah tumbung kelapa, hanya untuk melihat aku mengambilnya dgn segera.

Aku masih ingat... engkau sengaja ambilkan air didih dari nasi yg sedang dimasak, ketika engkau temukan aku dalam keadaan sakit demam.



Ibu...

maafkanlah anakmu ini... aku tahu bahwa semenjak engkau gadis, sebagaimana yg diceritakan oleh nenek sampai engkau telah tua seperti sekarang ini, engkau belum pernah mengecap kebahagiaan.

Duniamu hanya rumah serta halamannya, kehidupanmu hanya dgn anak-anakmu... Belum pernah aku melihat engkau tertawa bahagia, kecuali ketika kami anak-anakmu datang ziarah kepadamu. Selain dari itu, tidak ada kebahagiaan... Semua hidupmu adalah perjuangan. Semua hari-harimu adalah pengorbanan.



Ibu...

Maafkan anakmu ini !. Semenjak engkau pilihkan untukku seorang istri, wanita yg telah engkau puji sifat dan akhlaknya... yg engkau telah sanjung pula suku dan negerinya !. Semenjak itu pula aku seakan-akan lupa denganmu...



Wahai ibu...

Keberadaan dia sebagai istriku telah membuatku lupa posisi engkau sebagai ibuku... senyuman dan sapaannya telah melupakanku dg himbauanmu.



Ibu... aku tidak menyalahkan wanita pilihanmu tersebut, karena kewajibannya untuk menunaikan tanggung-jawabnya sebagai istri... Aku berharap pada permasalahan ini, engkau tidak membawa-bawa namanya, dan mengaitkan kedurhakaanku kepadamu karenanya... Karena selama ini, di mataku dia adalah istri yg baik, istri yg telah berupaya berbuat banyak untuk suami dan anak-anaknya... Istri yg selalu menyuruh untuk berbuat baik dan berbakti kepada kedua orang tua.



Ibu...

Ketika seorang laki-laki menikah dgn seorang wanita, maka seolah-olah dia telah mendapatkan permainan baru, seperti anak kecil mendapatkan boneka atau orang-orangan. Maafkan aku ibu...

Aku tidaklah membela diriku, karena dari awal dan akhir pembicaraan ini kesalahan ada padaku, anakmu ini... Akan tetapi aku ingin menerangkan keadaan yg aku alami, perubahan suasana setelah engkau dan aku berpisah, tidak satu atap lagi...



Ibu...

Perkawinanku membuatku masuk ke alam dunia baru... dunia yg selama ini tidak pernah aku kenal... dunia yg hanya ada aku, istri dan anak-anakku... Bagaimana tidak, istri yg baik, anak-anak yg lucu-lucu !. Maafkan aku Ibu... Maafkan aku anakmu... aku merasa dunia hanya milik kami, aku tidak peduli dgn keadaan orang yg penting bagiku... yg penting bagiku adalah keadaan mereka: anak-anak dan istriku...



Ibu...

Maafkan aku, anakmu... Ampunkan aku, anakmu... Aku telah lalai... aku telah alpa... aku telah lupa... aku telah menyia-nyiakanmu...

Aku pernah mendengar kajian, bahwa orang tua difitrahkan untuk cinta kepada anaknya, akan tetapi anak difitrahkan untuk menyia-nyiakan orang tuanya... Oleh sebab itu, dilarang mencintai anak secara berlebihan, sebagaimana anak dilarang berbuat durhaka kepada orang tuanya... Itulah yg terjadi pada diriku, wahai Ibu !!.



Aku pasti akan gila ketika melihat anakku sakit... Aku seperti orang kebingungan ketika melihat anakku diare... Tapi itu sulit, aku rasakan jika hal itu terjadi padamu wahai ibu... Itu sulit aku rasakan, jika seandainya hal itu terjadi pada ibu, dan pada ayah...



Ibu...

Sulit aku merasakan perasaanmu...

Kalaulah bukan karena bimbingan agama yg telah engkau talqinkan kepadaku, tentu aku telah seperti kebanyakan anak-anak yg durhaka kepada orang tuanya !!.



Kalaulah bukan karena baktimu pula kepada orang tuamu dan orang tua ayahmu, niscaya aku tidak akan pernah mengenal arti bakti kepada orang tua.



Setelah suratmu datang, baru aku mengerti... Karena selama ini hal itu tidak pernah engkau ungkapkan, semuanya engkau simpan dalam-dalam seperti semua permasalahan berat, yg engkau hadapi selama ini.



Sekarang baru aku mengerti, wahai ibu... bahwa hari yg sulit bagi seorang ibu, adalah hari di mana anak laki-lakinya telah menikah dg seorang wanita... wanita yg telah mendapat keberuntungan...



Bagaimana tidak... Dia dapatkan seorang laki-laki yg telah matang pribadinya dan matang ekonominya, dari seorang ibu yg telah letih membesarkannya... Dari hidupibu itulah ia dapatkan kematangan jiwa, dan dari uang ibu itu pulalah ia dapatkan kematangan ekonomi... Sekarang, -dgn ikhlas- ia berikan kepada seorang wanita yg tidak ada hubungan denganya, kecuali hubungan dua wanita yg saling berebut perhatian seorang laik-laki... Dia sebagai anak dari ibunya dan dia sebagai suami dari istrinya.



Ibuku sayang...



Maafkan aku... Ampunkan diriku... Satu tetesan air matamu adalah lautan api neraka bagiku... Janganlah engkau menangis lagi, janganlah engkau berduka lagi!... Karena duka dan tangismu menambah dalam jatuhku ke dalam api neraka !! . Aku takut Ibu...

Kalau itu pula yg akan kuperoleh... kalau neraka pula yg akan aku dapatkan...ijinkan aku membuang semua kebahagiaanku selama ini, hanya demi untuk dapat menyeka air matamu...



Kalau engkau masih akan murka kepadaku, izinkan aku datang kepadamu membawa segala yg aku miliki lalu menyerahkannya kepadamu, lalu terserah engkau...terserah engkau, mau engkau buat apa...



Sungguh ibu, dari hati aku katakan, aku tidak mau masuk neraka, sekalipun aku memiliki kekuasaan Firaun... kekayaan Karun... dan keahlian Haman... Niscaya aku tidak akan tukar dgn kesengsaraan di akhirat sekalipun sesaat... Siapa pula yg tahan dg azab neraka, wahai Bunda... maafkan aku anakmu, wahai ibu!!



Adapun sebutanmu tentang keluhan dan pengaduan kepada Allah ta'ala, bahwa engkau belum mau mengangkatnya ke langit... bahwa engkau belum mau berdoa kepada Alloh akan kedurhakaanku... Maka, ampun, wahai Ibu !!



Kalaulah itu yg terjadi... dan do'a itu tersampaikan ke langit ! . Salah pula ucapan lisanmu !!. Apalah jadinya nanti diriku... Apalah jadinya nanti diriku... Tentu aku akan menjadi tunggul yg tumbang disambar petir... apalah gunanya kemegahan,sekiranya engkau do'akan atasku kebinasaan, tentu aku akan menjadi pohon yg tidak berakar ke bumi dan dahannya tidak bisa sampai ke langit, di tengahnya dimakan kumbang pula...



Kalaulah do'amu terucap atasku, wahai bunda... maka, tidak ada lagi gunanya hidup... tidak ada lagi gunanya kekayaan, tidak ada lagi gunanya banyakpergaulan...



Ibu dalam sepanjang sejarah anak manusia yg kubaca, tidak ada yg bahagia setelah kena kutuk orang tuanya. Itu di dunia, maka aku tidak dapat bayangkan bagaimana nasibnya di akherat, tentu ia lebih sengsara...



Ibu...

Setelah membaca suratmu, baru aku menyadari kekhilafan, kealfaan dan kelalaianku.

Ibu... Suratmu akan kujadikan "jimat" dalam hidupku... setiap kali aku lalai dalam berkhidmat kepadamu akan aku baca ulang kembali... tiap kali aku lengah darimu akan kutalqinkan diriku dengannya... Akan kusimpan dalam lubuk hatiku, sebelum aku menyimpannya dalam kotak wasiatku... Akan aku sampaikan kepada anak keturunanku, bahwa ayah mereka dahulu pernah lalai di dalam berbakti, lalu ia sadar dan kembali kepada kebenaran... ayah mereka pernah berbuat salah, sehingga ia telah menyakiti hati orang yg seharusnya ia cintai, lalu ia kembali kepada petunjuk.



Bunda...

Tua... engkau berbicara tentang tua, wahai bunda...?! siapa yg tidak mengalami ketuaan, wahai ibu !! ...

Burung elang yg terbang di angkasa, tidak pernah bermain kecuali di tempat yg tinggi... suatu saat nanti dia akan jatuh jua, dikejar, dan diperebutkan oleh burung-burung kecil.

Singa, si raja hutan yg selalu memangsa, jika telah tiba tua, dia akan dikejar-kejar oleh anjing kecil tanpa ada perlawanan... Tidak ada kekuasaan yg kekal, tidak ada kekayaan yg abadi, yg tersisa hanya amal baik atau amal buruk yg akan dipertanggung jawabkan.



Ibu...

Do'akan anakmu ini, agar menjadi anak yg berbakti kepadamu, di masa banyak anak yg durhaka kepada orang tuanya... Angkatlah ke langit munajatmu untukku, agar aku akan memperoleh kebahagiaan abadi di dunia dan di akherat.



Ibu...

sesampainya suratku ini, insya Allah tidak akan ada lagi air mata yg jatuh karena ulah anakmu... setelah ini tidak ada lagi kejauhan antaraku denganmu... bahagiamu adalah bahagiaku... kesedihanmu adalah kesedihanku... senyumanmu adalah senyumanku... tangismu adalah tangisku...



Aku berjanji, untuk selalu berbakti kepadamu buat selamanya, dan aku berharap agar aku dapat membahagiakanmu selagi mataku masih bisa berkedip... maka bahagiakanlah dirimu... buanglah segala kesedihan, cobalah tersenyum... Ini kami...aku, istri, dan anak-anak sedang bersiap-siap untuk bersimpuh di hadapanmu,mencium tanganmu.



Salam hangat dari anakmu yg durhaka...



Wallahul Muwafiq Ilaa Aqwamith Tharieq.Wasallamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

p/s: sufi,ke amat merindui ibuku...amat....rindu=(